Siaran99 Maka pentingnya kita mengerti literasi digital. Kadang kadang di ‘handphone’ (HP) bapak-ibu termasuk di hp saya. Hanya dengan KTP saja, sudah bisa mendapatkan pinjaman begitu. Digoda gitu, untuk pinjam ‘online.’
Kandidat calon presiden Ganjar Pranowo saat bersilahturahmi dengan Caleg, Partai Politik Pendukung Ganjar-Mahfud beserta organisasi masyarakat (Ormas) di Perum Graha Puspa Karangpawitan, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Jumat 15 Desember 2023.
Ganjar menyebut literasi masyarakat Indonesia soal keuangan masih rendah sehingga membuat masyarakat kerap bermasalah dengan pinjaman online (pinjol) dan judi online.
The Conversation Indonesia menghubungi Imam Salehudin, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia dan Alexander Michael Tjahjadi, peneliti dari Think Policy untuk memeriksa kebenaran pernyataan Ganjar tersebut.
Analisis 1: inklusi keuangan tinggi, literasinya rendah
Berdasarkan hasil Survey Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2022 Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68%. Meskipun naik dibanding tahun 2019 yang hanya 38,03%, angka ini tergolong rendah. Sementara, tingkat inklusi keuangan sudah mencapai 85,10% pada 2022, naik dari 76,19% pada 2019.
Indeks literasi keuangan terdiri dari parameter pengetahuan, keterampilan, keyakinan, sikap, dan perilaku seputar keuangan. Sedangkan, indeks inklusi keuangan berpaku pada akses masyarakat terhadap produk keuangan yang ada.
Sementara, Data Statistik Fintech OJK menunjukkan bahwa transaksi tahunan bisnis pinjol naik menjadi Rp50,3 triliun per November 2022, atau meningkat sebesar 72,7% dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Meski demikian, tingkat wanprestasi (gagal bayar) secara agregat pada kurun tersebut tercatat menurun menjadi 2,83%, walaupun terdapat 23 perusahaan yang berada di atas ambang 5%.
Di sisi lain, data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan bahwa total transaksi judi online di Indonesia pada 2017 – 2022 diperkirakan mencapai Rp190 triliun. Total 2,76 juta pemain terlibat–2,19 juta di antaranya disinyalir berpenghasilan rendah dengan nilai transaksi di bawah Rp100 Ribu.
Hasil analisis 1
Pada dasarnya, pernyataan bahwa literasi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah memang benar. Terlebih lagi, tingkat literasi tersebut tidak sebanding dengan tingkat partisipasi masyarakat pada layanan keuangan seperti pinjol. Pada waktu yang sama, terdapat pertumbuhan pesat dari permainan judi online di Indonesia.
Rendahnya literasi keuangan menjadi salah satu faktor kerentanan terhadap perilaku keuangan yang tidak bertanggung jawab. Namun, ada banyak faktor yang juga menentukan pemakaian pinjol dan judi online. Kedua permasalahan tersebut tidak dapat dipecahkan hanya dengan pendidikan literasi keuangan.
Analisis 2: ada tekanan sosial
SNLIK OJK tahun 2022 menunjukkan bahwa literasi keuangan meningkat pesat selama 10 tahun terakhir, dari 21,8% pada 2013 menjadi 49,68% pada tahun 2022. Sementara, inklusi keuangan meningkat dari 59,4% menjadi 85,10% selama periode yang sama.
Hasil riset dan ekonometri Asian Development Bank tahun 2020 menunjukkan bahwa pengaruh pendidikan penting dalam literasi keuangan, dan pada gilirannya memengaruhi kemiskinan.
Dalam mengejar literasi keuangan, terdapat empat hambatan yaitu bervariasinya pendidikan yang ada, keinginan untuk mempelajari finansial, paradigma legalitas produk keuangan, dan infrastruktur yang tidak merata.
Sementara itu, menurut OJK, terdapat 101 pinjol terdaftar. Modul literasi keuangan juga telah tersedia.
Dari sisi konsumsi, pengeluaran juga terpengaruh tekanan sosial masyarakat. Survei dari UOB Indonesia menunjukkan pengeluaran generasi milenial berpusat pada makanan, kecantikan, perjalanan, dan aktivitas digital. Sementara, data lain menunjukkan laki-laki urban memiliki pengeluaran yang lebih besar, tergantung jumlah anggota keluarganya.
Hasil analisis 2:
Pernyataan Ganjar tentang literasi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah patut untuk dicermati. Sebab, pada 2022, 1 dari 2 orang Indonesia sudah memiliki pengetahuan tentang produk keuangan.
Fenomena pinjol dan judi online bukan sekadar masalah literasi tetapi juga konsumsi yang berlebih. Keengganan untuk mempelajari produk keuangan serta ketidaktahuan apakah produk keuangan legal atau tidak juga patut untuk dilihat.
Tekanan sosial memengaruhi bagaimana orang mengkonsumsi produk finansial yang ada. Karakteristik jumlah keluarga–apakah dia single atau sudah menikah–juga memberi dampak.
Yang terpenting adalah pengetahuan soal manajemen keuangan agar masyarakat tidak melakukan pengeluaran berlebih.